Kunjungi

30/09/2023

Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini, Lalu Mati di Mana?

 

orang miskin jangan mati di kampung ini
orang miskin dilarang mati

Judul Buku : Orang Miskin Jangan Mati di Kampung ini

Penulis : Riza Almanfaluthi

Penyunting : M. Iqbal Dawami

Perancang Sampul : Wirastuti

Penata Aksara : If Noer

Penerbit : Maghza Pustaka

ISBN : 978-602-5824-55-5 

Cetakan 4 : Maret 2020


Blurb

"Hidup ini seolah lautan hikmah yang tidak pernah kering untuk ditimba. Lebih dari itu, Sang Pemilik Hidup adalah Dzat yang maha SEgalanya. Bnyak sekali hikmah yang bisa kita petik dari setipa kepingan hidup yang kita jalani.

Buku ini adalah katalog dari begitu banyak hikkmah dalam hidup manisa. Berbagai peristiwa yang dialami dalam hidupnya, dianalissi dan disertp saripati hikmahnya untuk bisa bersama-sama kita pelajari.

Ada tiga bagian penting yang menjadi benang merah dalam sajian ini, yakni soal spirit, soal keluarga dan soal berbagi. Tiga hal ini memang merupakan pilar penting dalam kehidupan manusia. 

Setiap kisah yang diceritakan, kita dituntun uk menyerap pelajaran penting di dalamnya. dan setiap peristiwa itu , mudah sekali kita tangkap untuk emudian menjadi pelajaran hidup. Akhirnya.. selamat menyimak kisah hikmah dalam buku ini. (Irfan Junaidi-Pemred Republika)


Sosok Penulis Riza Al Manfaluthi

Riza Almanfaluthi tentu nama yang masyhur di lingkungan aparatur sipil negara di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Namanya kerap terpampang di pelatihan-pelatihan menulis untuk internal pegawai. Dan yang tidak kalah penting, Riza pernah bertugas mengelola situs web pajak.go.id . 

Keahlian Riza dalam bidang tulis menulis dan kehumasan telah diakui oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi dan Lembaga Sertifikasi Profesi London School of Public Relations pada tahun 2017. Riza Almanfaluthi yang sebelumnya bertugas sebagai Kepala Seksi Pengelolaan Situs Direktoran Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, kini didapuk sebagai Kepala Seksi Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing. 

Berawal dari Blog

Membaca nama besar Riza Almanfaluthi, tidak dapat dilepaskan dari blog Dedaunan di Ranting Cemara. Di sanalah pertama mengenal tulisan seorang Riza. Kini dapat dinikmati laman rizaalmanfaluthi.dot.com

Tulisan yang dirangkum dalam buku ini, selain beberapa tulisan yang memenangi lomba, sebagian besar adalah tulisan yang telah tayang di laman maupun blog Riza sendiri. Semuanya ada 34 tulisan yang apik dan evergreen. Terbagi dalam tiga segmen yaitu Spirit, Kalasentana dan Nuraga. Dalam segmen spirit, terkumpul tulisan tentang motivasi. Kemudian Kalasentana adalah kumpulan kisah seputar keluarga. Sedangkan Nuraga menyajikan kisah-kisah yang mendorong Riza berbagi rasa dalam cerita.

segmen-buku

Sinopsis

Karena buku ini merupakan kumpulan tulisan yang satu dan lainnya tidak saling bersambung, maka aku akan ambil beberapa tulisan yang menurutku paling berkesan. 
Di segmen Spirit aku terkesan dengan tulisan Pak Pardi yang Katolik. Sebenarnya agak bertanya tanya juga sih, kenapa memilih judul dengan menyebutkan identitas keyakinan. Tapi kuyakin seorang Riza pasti punya alasan. Ya eyalah... Inilah kisah tentang Mawar, yang tersemangati dengan sebuah kalimat motivasi dari pak Pardi "Ciptakanlah sejarah. Sejarah untuk dirimu sendiri." Kalimat yang terbawa sejak Mawar duduk di bangku sekolah dasar, hingga Mawar mewariskan spirit tersebut kepada anak-anaknya.

Kemudian dalam segmen Kulasentana, aku terkesan dengan tulisan 99 Sanjungan Semanis Madu. Di sini Riza berkisah tentang seorang anak yang tidak pernah diapresiasi dengan pujian. Sehingga si anak ini perilakunya tidak terkendali dan memiliki self esteem yang rendah. Setelah orang tua si anak ini diberi nasihat agar tidak pelit pujian, mulailah si anak ada perubahan ke arah yang lebih baik. Cuman aku agak kaget, nggak nyangka sama plot twist di akhir tulisan. Kenapa si sanjungan ini jumlahnya hanya 99 ? Tidak digenapkan jadi 100 misalnya ? Baca aja yaa.. semoga aku ada teman yang terkaget-kaget juga. 

Di bagian Nuraga, yang paling menarik perhatian adalah judul Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini, yang kemudian dijadikan judul buku. Fenomena kematian di lingkungan orang Betawi yang baru aku ketahui. Dulu tahun 90an sempat menyaksikan kehebohan menikah ala Betawi di daerah Pondok Aren yang sangat khas. Petasannya yang sangat heboh dar der dor sekampung tahu semua, hantarannya yang masya Allah banyaknya.. berupa kamar dan segala isinya ada lemari pakaian, ranjang, kasur, dll. Belum lagi rias pengantinnya serta dekorasinya pelaminan dan tendanya.. semua mua serba wah dah. Ternyata saat kematiannya juga membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Duh duh duh.. Kalau begini sih bagaikan berduka dua kali ya.. Berduka kehilangan almarhum udah pasti, dan 'berduka' karena kerepotan-kerepotan mengikuti kebiasaan yang turun temurun tadi.

ciptakan-sejarahmu-sendiri


Yang kudapatkan dari buku ini

1. Hikmah yang berlimpah

Ya, tulisan ini sarat akan hikmah. Tentang larangan bersikap jumawa, contoh sikap pantang menyerah, teladan sikap legowo, bukti cinta tanpa batas, integritas, empati, daaan masih banyak lagi tentunya. Baca aja sendiri ya.. supaya kalian juga dapat mengecap nikmatnya diingatkan tanpa digurui

2. Kosakata baru

Sungguh, banyak sekali kosakata yang jarang dipakai, ditulis Riza dalam buku ini. Seperti : mancis, mel, kalasentana, nuraga, mencandra, diska keras eksternal, diska lepas, adekuat, medioker, dan masih banyak lagi.

3. Penulis harus banyak baca

Melihat apa yang disampaikan dalam tulisan-tulisannya, tergambar luasnya ilmu ataupun bacaan juga pengalaman yang dimiliki Riza. Di sinilah meski tidak dikatakan secara verbal, aku seolah mendapat nasihat, "hai kamu yang lagi baca bukuku, banyakin baca ya.." ya begitulah.

Itulah beberapa hal yang aku dapatkan dari membaca buku Riza Almanfaluthi ini. Nggak nyesel deh, membaca buku setebal 187 halaman ini dengan sistem kebut semalam :D 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah ikut ke Nangor, silakan tuliskan kesanmu ;)